Seiring dengan berjalannya waktu, kemasan pembungkus makanan terus mengalami perubahan mengikuti trend yang ada dari masa ke masa. Salah satu bahan pembungkus makanan yang paling umum ditemukan khususnya di Indonesia adalah kertas. Makanan seperti nasi kotak, nasi bungkus, gorengan, kotak martabak, atau makanan lainnya yang sering dijual di sekitar lingkungan kita, kebanyakan menggunakan pembungkus berbahan kertas.
Faktanya, masih banyak yang memanfaatkan kertas bekas seperti kertas koran, kertas bekas cetakan, atau kertas daur ulang untuk membungkus makanan-makanan tersebut. Walaupun terlihat praktis, pemakaian kertas bekas sebagai bungkus makanan sesungguhnya sangat berbahaya karena kertas bekas mengandung banyak mikroorganisme yang berbahaya bagi tubuh kita. Bahkan kandungan mikroorganisme di kertas daur ulang memiliki nilai tertinggi dibanding jenis kertas lainnya, melebihi batas yang ditentukan.
Hasil riset yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menemukan bahwa, jumlah bakteri yang terkandung dalam kertas pangan yang terbuat dari kertas daur ulang sekitar 1,5 juta koloni per gram, sedangkan rata-rata kertas nasi yang umum digunakan beratnya 70-100 gram. Artinya, ada 105 juta – 150 juta bakteri yang terdapat di kertas tersebut.
Selain itu, kertas daur ulang atau kertas bekas pada umumnya mengandung bahan-bahan kimia yang berbahaya seperti logam berat dalam tinta cetak, lilin dan zat pemutih. Bahkan mikroorganisme dan jamur dapat tumbuh pada kertas bekas.
Keseluruhan zat dan bahan berbahaya tersebut dapat berpindah dari kemasan ke makanan, yang mana akan berdampak negatif terhadap tubuh manusia terutama memicu berbagai penyakit seperti kanker, kerusakan hati dan kelenjar getah bening, mengganggu system endokrin, gangguan reproduksi, meningkatkan risiko asma, dan mutasi gen.
Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat memiliki regulasi standardisasi United States Food and Drug Administration (US FDA) yang mempersyaratkan produsen kertas kemasan pangan untuk menjabarkan daftar semua bahan baku yang digunakan untuk memproduksi kemasan pangan primer.
Begitu pula dengan Uni Eropa yang memiliki European Commission (EC) 1935/2004 untuk kemasan pangan berbahan baku kertas dimana ambang batas parameter senyawa kimia berbahaya seperti logam berat dan lain-lain diatur secara spesifik berdasarkan jenis senyawa dan tingkat kandungannya, serta identifikasi asal muasal dan ambang batas cemaran bahan kertas.
Solusi
Saat ini, teknologi pembuatan kertas telah berkembang dengan pesat untuk bisa membuat kertas kemasan yang higienis, biodegradable, bahkan bisa dibuat kompos di halaman rumah. Bahan kertas non-daur ulang ini sering juga disebut kertas berkategori food grade, dan seratus persen terbuat dari serat alami sehingga ramah lingkungan karena mudah terurai. Ciri-ciri tampilannya berwarna putih bersih, tidak berbintik-bintik dan tidak tembus minyak. Di samping itu, kemasan dari bahan kertas ini juga tidak mengandung senyawa berbahaya seperti benzene dan styrene (bahan baku styrofoam), serta bebas dari bakteri.
Kemasan makanan dari bahan kertas non- daur ulang dan food grade ini bisa menjadi solusi untuk menggantikan penggunaan kemasan kertas bekas dan daur ulang, styrofoam, serta plastik. Selain lebih higienis dan aman bagi kesehatan, penggunaan kemasan makanan berbahan kertas food grade ini juga tidak berdampak negatif bagi lingkungan. Apalagi kondisi iklim dunia saat ini menuntut kita semua untuk lebih bijaksana dalam memilih kemasan yang bukan hanya menjaga kualitas makanan, namun juga dapat membantu menjaga lingkungan.